10 November 2008

Wawancara Eksklusif Dengan Isteri Mukhlas - Malaysiakini

Bekasi (Arrahmah.Com) - Tim Ar Rahmah Media berhasil menemui Ustadzah Paridah Abbas, istri Syekh Mukhlas alias Ali Ghufron, selepas kunjungan menjenguk suaminya di Nusa Kambangan. Berikut ‘ole-ole’ dari beliau, sekaligus curahan hatinya selama ini dan wasiat sang suami tercinta untuk anak-anaknya.

Ar Rahmah Media (AM) : Assalamu’alaikum. Wr. Wb! Ustadzah, apa kabar ?

Ustadzah Paridah Abbas (UPA): Alhamdulillah, baik-baik.

AM : 6 tahun sudah berlalu dari peristiwa Bom Bali, bagaimana kondisi Ustadzah dan keluarga ?

UPA : Alhamdulillah, baik-baik juga.

AM : Anak-anak nampak sudah besar-besar, bagaimana dengan pendidikan mereka ? Semua Ustadzah sendiri yang menangani ?

UPA : Untuk akademik kita serahkan ke pihak sekolah, sekolah biasa saja mereka semua. Untuk urusan dinniyah (agama) juga Al Qur’an, itu semua saya yang menanganinya.

AM : Keputusan hukuman (eksekusi) terhadap Syekh Muhklas, suami Ustadzah kian mendekati waktu, bagaimana perasaan ustadzah ?

UPA : Sebenarnya biasa-biasa saja. Karena selama ini kami tidak pernah memikirkan eksekusi. Eksekusi itu khan cuma rekayasa manusia, dan mati itu bukan di tangan mereka.

AM : Ustazah tetap mensupport suami dalam hal ini ?

UPA : Ya, Insya Allah, Alhamdulillah.

AM : Ustadzah kelahiran Singapura dan sudah pasti pernah tinggal di sana. Juga di Malaysia, serta di Indonesia. Bagaimana Ustadzah memandang masing-masing negara serumpun Melayu ini ?

UPA : Sebentar, itu maksudnya apa ? (UPA agak kaget dan terkejut). Tetapi saya tidak besar di Singapura. Ketiga-tiga negara ini pada prinsipnya sama saja, yakni negara sekuler. Sekalipun Malaysia mengklaim negaranya negara Islam, tapi sebenarnya tidak, cuma agama resminya saja yang Islam. Tapi terhadap saya sendiri secara pribadi karena saya tidak pernah bekerjasama dengan pemerintah, jadi tidak pernah merasakan diskriminasi sebagaimana yang dialami oleh saudara-saudara kita muslimat yang memakai hijab yang dduduk di pemerintahan di jabatan-jabatan tersebut.

AM : Artinya Ustadzah tidak pernah mengalami diskriminasi sama sekali di Malaysia:

UPA : Sepanjang ini kepada saya secara pribadi tidak ada, kecuali dalam masalah imigrasi.

AM : Apakah di Malaysia gejala Islamophobia lebih parah daripada di Indonesia atau Singapura ?

UPA : Mungkin kondisnya bisa disamakan seperti Indonesia pada masa berlakunya undang-undang subversif. Kini kondisi di Malaysia seperti itu.

AM : Kini di Malaysia seperti itu ? Ceramah-ceramah agama, majalah-majalah Islam, jihad, dan sejenisnya tidak bisa beredar ?

UPA : Seperti itu kira-kira. Ada majalah yang seperti itu dan sejenisnya tapi mereka belum berani secara terang-terangan untuk muncul kecuali orang-orang yang memang sudah siap dengan segala resiko termasuk ditahan dengan undang-undang ISA (undang-undang subversif Malaysia, red).

AM : Ustadzah, banyak orang meneteskan air mata karena terharu sewaktu membaca buku Ustadzah “Orang Bilang Ayah Teroris” bisa diceritakan bagaimana sampai menulis buku tersebut ?

UPA : Saya perlu terangkan bahwa pada asalnya buku tersebut bukan untuk diterbitkan. Saya sama Ustadz (Ustadz Ali Ghufron alias Mukhlas) biasa saling berkomunikasi sebagaimana pasangan lain, dan alhamdulillah, ustadz adalah seorang pendengar yang setia. Jadi, sewaktu saya di Klaten dan beliau sudah ditahan, tidak ada teman khan disana, otomatis saya menumpahkannya di atas tulisan. Nah buku itu kemudian saya serahkan ke Ustadz, dan Ustadz teryata memandang maslahatnya baik jika buku itu di kongsi (share) untuk muslimah yang lain. Jadi sepenuhnya kemudian saya serahkan ke Ustadz, hingga kemudian jadilah buku itu. Saya secara pribadi malu, soalnya gini, teryata setelah orang membaca orang kemudian memandang tinggi, padahal saya hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari segala kesalahan. &nb - arrahmah

1 comment:

malaysia baru said...

Teruskan perjuangan sampai SYAHID.

Anda mungkin juga meminati:

Blog Widget by LinkWithin
EnglishFrenchGermanSpainPortugueseRussianDutchItalianChinese SimplifiedArabicKoreanJapanese